[Para anggota Panitia Pengadaan Tanah]
Madiun | Jurnal Jawapes - Proses pengadaan Tanah Swadaya Dusun Candi, Desa Bagi, Kecamatan/Kabupaten Madiun hingga berita ini ditulis masih belum menemukan titik terang.
Pasalnya, panitia desa mengaku kebingungan atas kebijakan dari pemerintah daerah. Regulasi atau acuan hukum yang dipakai tidak mengarah pada obyek tanah yang saat ini sedang ditangani.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'swadaya' memiliki makna tindakan yang dilakukan dengan daya, upaya, kemampuan, usaha, sumber yang dimiliki sendiri. Hal ini bisa diartikan bahwa, warga masyarakat pada saat itu sudah punya kesadaran untuk bergotong-royong membangun desa dengan menyerahkan tanahnya untuk pembangunan desa.
Menurut Laminto, salah satu anggota BPD perwakilan Dusun Candi menuturkan, bahwa sejarah awal keberadaan Tanah Swadaya bermula sekitar tahun 1960-an. Saat itu warga Dusun Candi mempunyai inisiatif untuk menyerahkan beberapa luasan tanah miliknya (tanah sawah) yang dapat dipergunakan untuk membantu pembangunan desa.
"Sumber informasi yang kami dapat dari pelaku sejarah Suherman (almarhum), sebelum meninggal, kami sempat menanyakan status dan asal usul tanah swadaya tersebut," terang Laminto pada media ini.
Lebih lanjut, anggota BPD ini juga menegaskan bahwa status kepemilikan tanah swadaya tersebut sudah diserahkan ke desa yang penggarapannya untuk warga Dusun Candi dengan cara dilelang yang hasil lelangnya masuk ke Pendapatan Asli Desa.
"Namun, setelah kita koordinasi dengan Pemerintah Desa ternyata alas hak peralihan/penyerahan berupa hibah dari warga ke desa belum ada. Mungkin Pemerintah Desa pada saat itu (tahun 1960-an) mengabaikan bahwa pentingnya tertib administrasi," ungkapnya.
Tanah Swadaya tersebut, imbuhnya, dipergunakan untuk kepentingan umum tahun 2017, yaitu untuk Jalan Tol yang berada di Dumpil seluas 5.555 meter persegi. Uang pengganti sekitar 8,3 Milyar sudah dibayar pemerintah dan dimasukkan ke rekening kas desa.
Pemerintah Desa telah membentuk Panitia Pengadaan Tanah atas arahan dari Dinas Pemberdayaan Desa, dengan berpedoman Peraturan Bupati Kabupaten Madiun nomor 1 tahun 2021 tentang Tanah Kas Desa. Hal inilah menurut Lamito yang membuat bingung panitia.
“Dalam Perbup itu tidak ada kata ‘Tanah Swadaya’, Perbup tersebut mengatur tentang Tanah Kas Desa. Asal usul Tanah Swadaya dengan Tanah Kas Desa sudah jelas berbeda, sehingga jika dipaksakan ya gak nyambung. Kalo menurut saya lebih pas jika menggunakan Undang Undang Pokok Agraria. Setelah pengadaan tanah ini selesai, tanah tersebut bisa diubah statusnya ke Tanah Kas Desa,” ungkapnya.
Di tempat terpisah salah satu warga yang tanahnya akan dibeli panitia mengaku bingung. Karena dia telah membayar biaya balik nama dan pajak jual beli.
“Bulan Agustus 2021 kemarin telah dilakukan penandatanganan kesepakatan harga dengan panitia, janjinya 3 bulan lagi pembayaran. Karena biaya balik nama waris dan pajak jual beli dibebankan ke penjual, ya saya cari pinjaman ke Bank sebesar 83 juta,” ungkap Isa salah satu pemohon.
Purnawirawan TNI itu juga menerangkan bahwa setiap bulan pihaknya harus menanggung bunga Bank sebesar 1,5 juta.
Sementara itu, Ketua Panitia, Sidiq Aprianto saat ditemui di kantornya, Selasa (25/01/2022) menjelaskan akan terus melakukan koodinasi dengan Dinas Pemdes.
“Petunjuk terakhir dari Dinas Pemdes agar berkoordinasi dengan BPN (Pertanahan) yang nantinya akan dikawal Pemdes. Namun hingga saat ini pihak Pemdes kita hubungi untuk jadwal koordinasi ke BPN belum ada jawaban,” terang Sidiq.
Ketua Panitia yang sekaligus Sekretaris Desa itu juga menyampaikan, dalam waktu dekat akan mengajak warga Dusun Candi untuk melakukan Musyawarah Dusun Khusus, hal ini seperti arahan Kepala Desa Bagi, Mulyanto.
“Ya, secara normatif daftar asal usul tanah ada datanya, itu memang berasal dari tanah irisan milik warga. Makanya kita akan mengundang warga untuk berembug masalah ini. Sebenarnya panitia kepingin pengadaan tanah ini segera selesai. Barangkali hasil Musdus nanti bisa kita jadikan rujukan untuk menyelesaikan masalah ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinas PMD) kabupaten Madiun telah menyatakan mendukung tentang proses lahan swadaya masyarakat untuk desa Bagi, dan meminta segera koordinasi Badan Pertanahan Nasional(BPN), serta Instansi terkait lainnya. Bahkan secepatnya pihak PMD membuat perda tentang aset desa yang berlaku se-kabupaten Madiun.
"Kami justru segera memproses aturan yang ada terkait swadaya masyarakat, dan membuat perda yang berlaku satu kabupaten juga dan koordinasi pihak terkait termasuk BPN. Tetapi kenapa setelah proses berlangsung berhenti dijalan? Untuk itu agar cari jalan keluar termasuk diadakan musyawarah dusun atau bahkan musyawarah desa karena itu dana besar dan harus hati -hati", tegas Joko Lelono selaku Kepala dinas PMD Kabupaten Madiun, Rabu (26/01/2022) dalam keterangannya kepada awak media.
View
0 Komentar