![]() |
[Foto : TKW Asal Banyuwangi yang Berada Di Hongkong] |
Dalam video berdurasi singkat tersebut, TKW tersebut tampak meluapkan rasa kecewanya dengan kata-kata emosional. Ia mengatakan kesulitan mengakses uang miliknya dan mengungkapkan kekesalan terhadap pemerintah.
"Uangku Rp30 juta diblokir di BCA. Pemerintah Prabowo asu, aku gak isok mulih, rekening di blokir," ujarnya dengan nada putus asa. Bahkan, ia menyinggung kebijakan negara dengan ungkapan tidak pantas, “Pemerintah jancok, undang-undange koyok tai.”
Pernyataan tersebut tentu memicu respons beragam dari warganet. Banyak yang bersimpati dengan kondisi yang dialami, namun tak sedikit pula yang menyayangkan pilihan katanya yang kasar dan menghina institusi negara.
Pakar hukum perbankan menilai bahwa pembekuan rekening bisa terjadi karena beberapa alasan, antara lain:
• Indikasi transaksi mencurigakan yang dapat dikaitkan dengan pencucian uang atau penipuan.
• Permintaan aparat penegak hukum terkait proses penyelidikan suatu kasus.
• Masalah administratif, seperti ketidaksesuaian data, dokumen tidak lengkap, atau ketidaksesuaian identitas.
Karena TKW berada di luar negeri, proses verifikasi atau penyelesaian administratif menjadi lebih rumit, sehingga perlu pendampingan dari otoritas terkait, termasuk KBRI dan pihak bank.
Pengamat migran dan perlindungan TKI, Hamim JP dari Pasuruan, menyarankan agar pihak BCA segera memberikan penjelasan terbuka terkait kasus ini agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan TKI lainnya.
“TKW adalah pahlawan devisa. Negara harus hadir ketika mereka mengalami kendala, apalagi menyangkut hak dasar seperti akses terhadap uang hasil jerih payah mereka,” ujarnya.
Ia juga berharap pemerintah tidak terpancing dengan ucapan emosional yang viral tersebut, namun lebih fokus pada substansi persoalan dan membantu menyelesaikan dengan pendekatan yang manusiawi.
Kasus ini menyoroti pentingnya literasi keuangan dan perlindungan hukum bagi TKI. Pemerintah, perbankan, dan instansi terkait perlu membuka komunikasi yang jelas dan memberi jalur penyelesaian yang adil.
Viralnya curhatan ini semoga menjadi pemantik untuk memperbaiki sistem, bukan sekadar bahan sensasi di media sosial.
(Redaksi)
View
0 Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments