|  | 
| [Foto : Ilustrasi Nyi Calon Arang] | 
Pujo Asmoro, seorang spiritualis sekaligus Pemimpin Redaksi Jurnaljawapes, mengisahkan bahwa topeng-topeng mistis seperti milik Calon Arang tidak selamanya bernuansa jahat. "Asalnya dari wanita... Karena ilmunya, jadi berubah seperti itu," ujarnya sambil tersenyum. Ia menyebut, di Bali, topeng semacam ini justru sering dipakai sebagai penolak bala dan penjaga desa.
Dalam legenda yang berkembang di tanah Jawa dan Bali, Calon Arang dikenal sebagai penyihir sakti mandraguna. Ia memuja Dewi Durga dan mampu berubah wujud menjadi Leak makhluk gaib yang ditakuti masyarakat. Namun, di balik wujudnya yang menakutkan, Calon Arang adalah seorang istri dan ibu yang hatinya hancur karena kehilangan suami, tanpa tahu siapa pelakunya.
Untuk menuntut keadilan yang tak kunjung datang, ia memilih jalan gelap ilmu hitam dan kutukan. Desa-desa dilanda teluh, panen gagal, dan penyakit merebak. Raja Airlangga pun tak tinggal diam.
Demi menghentikan malapetaka, Raja Airlangga meminta Empu Bahula menikahi Ratna Manggali, putri Calon Arang. Perjodohan ini bukan sekadar cinta, tapi langkah strategis agar sang penyihir melunak. Calon Arang senang, pesta pernikahan digelar tujuh hari tujuh malam.
Namun, kehancuran tak bisa dicegah hanya dengan pesta. Mpu Bharadah, sang guru spiritual, memperingatkan Calon Arang agar menghentikan amukannya. Pertempuran sakral pun terjadi: dua kekuatan besar, hitam dan putih, saling beradu. Akhirnya, Calon Arang kalah dalam duel ilmu dan takdir.
Menurut Pujo Asmoro, ayahnya pernah memiliki topeng Calon Arang, yang dipercaya sebagai penjaga spiritual rumah. "Meskipun Calon Arang penyihir, dia penjaga desa lho," tegasnya. Ini menandakan bahwa dalam tradisi lokal, tidak semua kekuatan yang tampak gelap benar-benar jahat ada ruang pemaknaan ulang dalam tiap warisan leluhur.
Kisah ini bukan sekadar cerita mistik. Ia menyuarakan jeritan hati perempuan yang tersakiti, mengingatkan bahwa dendam bisa menghancurkan, tapi juga bahwa kekuatan sejati lahir dari pengampunan dan keseimbangan spiritual.
(Redaksi)
View


 
 
 
 
 
 
 
 
0 Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments