Alyasa Akbar: ASN Tetap Menjaga Netralitas Didalam Pemilu 2024

[Foto: Alyasa Akbar Camat Bugul Kidul Kota Pasuruan]

Pasuruan | Jurnaljawapes.com - Tinggal menghitung hari. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Penyelenggaraan pemilihan umum legislatif (Pileg), pemilihan umum presiden dan wakil presiden (Pilpres), dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilihan) secara serentak dilaksanakan pada tahun 2024. Adapun tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pileg dan Pilpres akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 nanti.

Didalam momen-momen politik saat ini, Alyasa Akbar, Camat Bugul Kidul Kota Pasuruan, kepada Jurnaljawapes.com. Ia menyampaikan, bahwa salah satu potensi masalah yang sering muncul setiap pagelaran Pemilu atau pemilihan adalah netralitas. Netralitas birokrasi merupakan kajian baru. Sebagaimana Bawaslu mendapat amanah melakukan pengawasan dan penindakan terhadap netralitas birokrasi, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 93 huruf f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7 Tahun 2017).

"Bawaslu bertugas mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia.” Kata Alyasa Akbar

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengharuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara berposisi netral, bebas dari intervensi semua golongan bahkan partai politik.

Salah satu penyebab tidak terhindarinya keberpihakan ASN pada peserta pemilu dan pemilihan tertentu adalah kepentingan karier. Bukan keinginan dari ASN itu sendiri, biasanya ada "politisi" yang dekat dengan kekuasaan memainkan mereka di belakang layar dengan menjanjikan kedudukan dan jabatan tertentu. Kalau kita melihat secara seksama bentuk ketidaknetralan seorang ASN, justru berasal dari pimpinan yang tidak netral, karena pimpinannya sendiri yang menggerakkan mereka untuk mendukung peserta pemilu.

Terpisah, Hal senada juga disampaikan, oleh Slamet Nugroho,  ketidaknetralan ASN tentunya akan sangat merugikan negara, pemerintah dan masyarakat. Karena apabila ASN tidak netral, dampak yang paling terasa adalah ASN tersebut menjadi tidak profesional dan justru target-target pemerintah di tingkat daerah maupun di tingkat nasional tidak akan tercapai dengan baik.

Ia menyebut, dikutip dari pernyataan Perdana.G (2019), dalam tulisan "Menjaga Netralitas ASN Dari Politisasi Birokrasi" menyebutkan terdapat ASN yang dengan sadar mengabaikan netralitas guna ingin mencapai tujuan pribadi dengan mendukung pasangan calon tertentu dengan harapan jika dia terpilih, maka ASN tersebut mendapatkan posisi ataupun jabatan tertentu sesuai dengan yang disepakati.

"Tidak menutupi kemungkinannya dalam hal tersebut. Oleh sebab itu mari bersama - sama kita hapus  Tren pelanggaran yang melibatkan ASN," ungkap Slamet Nugroho, salah satu Jurnalis senior sekaligus sebagai sekertaris Asosiasi Media Jawa Timur (AMJ) dan aktifis di kota Pasuruan.

Secara nasional, Bawaslu RI mencatat ada sekitar 1.096 pelanggaran terkait netralitas ASN, TNI dan Polri. Jumlah pelanggaran netralitas ASN, hampir sama yang terjadi pada Pilkada Serentak Tahun 2020 lalu.

Terpisah, Ketua DPD Jatim Jawapes Indonesia, Wawan Setiawan, SH., mengatakan dan sebagaimana kita ketahui Bersama bahwa laporan Kinerja Badan Kepegawaian Negara (BKN) Tahun 2020, menyebutkan terdapat 1.005 orang ASN yang dilaporkan terbukti melanggar netralitas sebagai ASN pada Pilkada Serentak Tahun 2020. Sehingga Trend pelanggaran Netralitas ASN berkategori sebagai berikut:

1). Kampanye/sosialisasi media sosial (Posting/Comment/Share/Like)

2). Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan (pertemuan/ ajakan/ himbauan/seruan/dan pemberian barang) termasuk pengunaan barang yang terkait dengan jabatan atau milik pribadi untuk kepentingan bakal calon atau pasangan calon

3). Melakukan pendaftaran ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang dilakukan dengan cara pada jam kerja atau tidak melapor kepada atasan secara tertulis

4). Menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada

5). Membuat keputusan yang dapat menguntungkan / merugikan pasangan calon selama masa kampanye

6). Melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan

7). Memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah

8). Mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah

9). Menjadi peserta kampanye dengan memakai atribut partai/atribut PNS/tanpa atribut

10). Ikut sebagai pelaksana kampanye

11). Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik

12). Mengunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye

13). Mengikuti kampanye bagi suami atau istri calon kepala daerah yang berstatus sebagai ASN dan tidak mengambil cuti diluar tanggungan negara

14). Menjadi pembicara/Narasumber/penceramah dalam kegiatan Partai Politik kecuali untuk menjelaskan kebijakan pemerintah yang terkait dengan tugas dan fungsinya atau berkenaan dengan keilmuan yang dimilikinya sepanjang dilakukan dalam rangka tugas kedinasan. Pungkasnya (RMT)
Baca Juga

View

Posting Komentar

0 Komentar

Pujo Asmoro

Pimprus Media Jurnal Jawapes. WA: 082234252450

Countact Pengaduan