![]() |
[Foto : Pujo Asmoro Pimpinan Perusahaan Dan Pimpinan Redaksi Media Jurnal Jawapes] |
Menurut Pujo Asmoro,wartawan yang memiliki surat tugas resmi dan bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik tidak bisa disebut sebagai wartawan abal-abal. “Media yang dianggap abal-abal atau ‘bodrek’ biasanya tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, tidak memiliki badan usaha, dan cenderung beroperasi secara liar,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa aparatur negara, baik di tingkat kelurahan maupun instansi terkait, wajib meminta surat tugas kepada setiap orang yang mengaku sebagai wartawan. Selain itu, keabsahan media juga bisa dicek melalui boks redaksi yang ada dalam setiap media resmi.
Lebih lanjut, Pujo Asmoro juga menegaskan , bahwa tidak semua wartawan berperilaku seperti yang disebutkan dalam pernyataan Menteri Desa. “Jika ada oknum yang menyamar sebagai wartawan, itu bukan berarti semua wartawan bisa disamakan. Siapa pun memang bisa mengklaim diri sebagai wartawan hanya dengan memiliki media sosial dan ID Card , tapi belum tentu mampu menjadi seorang jurnalis sejati,” tegasnya.
Pujo juga mengingatkan bahwa profesi jurnalis memiliki perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh karena itu, ia mengimbau agar tidak ada generalisasi terhadap profesi wartawan, melainkan perlu adanya pemahaman yang lebih baik terkait peran dan tugas jurnalis dalam menjalankan fungsi kontrol sosial di masyarakat.
Pernyataan Menteri Desa sebelumnya memang sempat memicu perdebatan di kalangan insan pers dan organisasi jurnalis. Sejumlah pihak mendesak agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan yang bisa berpotensi merugikan profesi jurnalis yang bekerja secara profesional dan sesuai dengan kode etik.
(Redaksi)
View
0 Komentar