![]() |
[Foto : Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik Melakukan Sidak Terkait Sengketa Tanah Milik H Saji Ali] |
Dari hasil penelusuran di lapangan, tanah tersebut kini telah bersertifikat atas nama Ketut Indarto, berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 03991. Namun, hal ini dibantah keras oleh H. Saji Ali. Dalam pernyataannya,dengan di dampingi oleh Kuasa Hukum nya Riki Wirawan Amd.Kep.S.H., M.H ia mengaku tidak pernah menjual tanah itu kepada Ketut. Sebaliknya, ia menyebut bahwa pihak yang benar-benar membeli tanah tersebut darinya secara sah adalah N, lengkap dengan kuitansi dan kesepakatan sejak tahun 2008.
Ironisnya, muncul pengakuan mengejutkan dari H. Saji Ali. Ia menyatakan pernah diminta menandatangani sejumlah dokumen oleh Ketut dengan dalih pengajuan pinjaman ke bank. Karena relasi pertemanan yang sudah terjalin lama, ia menandatangani tanpa curiga. Namun dari situlah titik kerumitan bermula.
"Ketut datang bawa dokumen, katanya cuma untuk keperluan bank. Saya tanda tangan karena sudah saling percaya. Bahkan orang bank juga sempat datang. Tapi tak ada pencairan, justru tanah saya berubah jadi atas nama dia," ungkap H. Saji Ali dengan nada kecewa saat ditemui di lokasi Jum'at (04/07/2025)
Situasi kian rumit lantaran Ketut kini justru melaporkan H. Saji Ali, dan berupaya mengeksekusi tanah tersebut. Sementara N, yang merasa memiliki hak sah berdasarkan transaksi jual beli sejak 2008, mengajukan gugatan perlawanan ke pengadilan. Dalam dokumen gugatan, dijelaskan bahwa tanah itu dibeli N seharga Rp 67 juta, dengan bukti lengkap dan pembayaran lunas.
Majelis hakim dari PN Gresik menyatakan sidak dilakukan untuk memastikan kondisi objek perkara dan mencocokkan dengan data yang diajukan para pihak. Proses hukum masih berjalan, dan keabsahan tanda tangan serta riwayat balik nama sertifikat akan menjadi titik krusial dalam perkara ini.
Kasus ini menjadi cermin gelap dunia pertanahan , bagaimana kelengahan, kepercayaan, dan manipulasi dokumen bisa berujung pada berpindahnya hak milik secara “halus namun mematikan”. Pengamat menyebut ini bukan sekadar sengketa biasa, tapi indikasi perlunya reformasi sistem validasi dokumen pertanahan.
(ul)
View
0 Komentar