Peringatan Diabaikan, Sembilan Perangkat Desa Klapagading Kulon Terancam PTDH



[Foto : Kantor Desa Klapagading Kulon dan Kepala Desa Klapagading Kulon Karsono]
Banyumas | Jurnaljawapes.com – Pemerintahan Desa Klapagading Kulon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, memasuki fase krusial menyusul diterbitkannya Surat Peringatan Ketiga (SP3) kepada sembilan perangkat desa oleh Kepala Desa Karsono. Surat tersebut resmi dikeluarkan pada 24 Desember 2025, setelah dua peringatan sebelumnya dinilai tidak diindahkan.

Penerbitan SP3 menandai eskalasi serius konflik internal pemerintahan desa, sekaligus membuka kemungkinan penerapan sanksi terberat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) apabila tidak terjadi perubahan hingga batas waktu yang ditentukan.

Adapun sembilan perangkat desa lintas jabatan yang menerima SP3 tersebut yakni Agus Subarno (Kaur Perencanaan), Nova Andrianto (Kasi Pelayanan), Dedi Fitrianto (Kepala Dusun 3), Edi Susilo (Sekretaris Desa), Jaril (Kasi Pemerintahan), Ratini (Kaur TU dan Umum), Sodikin (Kepala Dusun 2), Ahmad Syaefudin (Kepala Dusun 5), serta Rizki Maria Ulfah (Kaur Keuangan).

Dalam surat-surat bernomor berbeda namun memiliki substansi yang sama, Kepala Desa Karsono menegaskan tiga pokok pelanggaran utama, yakni pengabaian terhadap SP1 dan SP2, penyampaian jawaban tertulis tanpa dilengkapi bukti serta laporan kinerja yang diminta, serta ketidakhadiran dalam agenda pembinaan perangkat desa yang digelar bersama Camat Wangon sebagai forum klarifikasi dan evaluasi.

Bagi Kepala Desa Karsono, penerbitan SP3 merupakan langkah terakhir dalam menegakkan disiplin dan kepatuhan birokrasi desa. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa peringatan berlaku hingga 29 Desember 2025. Apabila tidak terdapat perbaikan signifikan, maka sanksi berat, termasuk usulan PTDH, akan dikonsultasikan kepada Camat Wangon sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Namun demikian, rangkaian jawaban tertulis yang sebelumnya disampaikan para perangkat desa menggambarkan dinamika yang lebih kompleks. Konflik ini tidak semata berkutat pada persoalan pembangkangan, melainkan juga menyentuh aspek koordinasi internal, keterbatasan teknis dalam penyusunan laporan kinerja, pembagian peran antarjabatan, serta perbedaan tafsir mengenai tanggung jawab administratif masing-masing posisi.

Sebagian perangkat desa mengakui adanya kekurangan dalam aspek administrasi dan pelaporan, namun menegaskan tidak memiliki niat menghindari pembinaan. Mereka menyatakan kesiapan untuk melakukan perbaikan, meski dalam praktiknya tidak sepenuhnya sejalan dengan standar serta tenggat waktu yang ditetapkan pimpinan desa.

Terlepas dari perbedaan sudut pandang tersebut, SP3 kini menjadi garis batas yang tegas. Ia tidak lagi sekadar teguran administratif, melainkan alarm keras bagi keberlangsungan karier sembilan perangkat desa sekaligus bagi stabilitas tata kelola pemerintahan desa.

Konflik berkepanjangan antara kepala desa dan perangkatnya berpotensi menimbulkan dampak serius, mulai dari terganggunya pelayanan publik, terhambatnya program pembangunan desa, hingga menurunnya kepercayaan masyarakat. Karena itu, publik Klapagading Kulon kini menanti kepastian arah penyelesaian konflik ini.

Apakah SP3 akan menjadi momentum konsolidasi dan pembenahan tata kelola pemerintahan desa secara kolektif, atau justru menjadi pintu menuju sanksi tegas berupa PTDH yang berujung pada babak baru konflik birokrasi desa?

Jawabannya akan ditentukan dalam hitungan hari. Yang jelas, kasus ini menjadi cermin rapuhnya tata kelola pemerintahan desa ketika disiplin, komunikasi, dan manajemen administratif tidak berjalan dalam satu irama. Di bawah sorotan warga, Pemerintah Desa Klapagading Kulon diuji untuk bersikap tegas tanpa kehilangan rasa keadilan, serta berbenah tanpa mengorbankan pelayanan publik.

(Josaphat)

Baca Juga

View

إرسال تعليق

0 تعليقات

Pujo Asmoro

Pimprus Media Jurnal Jawapes. WA: 082234252450

Countact Pengaduan