[Daniar Annisa Pengamat kebijakan dan Aktivis Sosial dari Kecamatan Rembang Pasuruan]
Pasuruan | Jurnaljawapes - Baru-baru ini, viral atas kebijakan Gubernur NTT yang mewajibkan siswa SMA masuk pukul 00:05 pagi. Kebijakan itu membuat geleng-geleng kepala semua orang dan akhirnya menjadi viral karena tanpa membuat kajian terlebih dahulu sebelum membuat kebijakan, sehingga membuat prihatin semua orang karena dampak dan akibatnya yang dianggap menyusahkan para murid, guru dan wali murid.
Bukan hanya terjadi di NTT saja kebijakan Gubernur yang konyol menjadi viral karena menyuruh siswa SMA harus masuk sekolah lebih awal tersebut. Saat ini di Kabupaten Pasuruan, Jawa timur juga di berlakukan Perda Wajib sekolah Madin bagi siswa Sekolah Dasar (SD). Siswa SD di seluruh Kabupaten Pasuruan itu harus mempunyai dua STTB dan menjalani belajar pada dua lembaga pendidikan sekaligus untuk bisa melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi yakni sekolah SMP sederajat. Bisa dibayangkan jika anak-anak yang masih kecil setiap harinya harus menempuh pendidikan di lembaga formal SD sekaligus lembaga non formal Madrasah Diniyah (Madin) supaya bisa memperoleh STTB dari SD dan Madin sebagai syarat mutlak untuk melanjutkan SMP atau sederajat.
Urgensi kebijakan Perda Wajib Madin bagi siswa SD di Kabupaten Pasuruan ini tidak jelas arahnya. Diketahui bahwa Perda Wajib Madin bagi siswa SD tersebut masih tetap berlaku padahal jelas-jelas bertentangan dengan hak-hak anak yang tercantum dalam perundang-undangan diatasnya. Sampai saat ini standarisasi mutu kurikulum pendidikan agama yang diberikan oleh lembaga pendidikan madin dari kantor Dispendik Kabupaten Pasuruan dan belum disampaikan kualifikasi dengan mendetail. Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) dari masing-masing Madin yang dipakai syarat masuk sekolah SMP dan sederajat pun juga rawan terjadi manipulasi.
Program wajib Madin di Kabupaten Pasuruan bagi siswa SD dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pasuruan nomor 4 tahun 2014, Menteri dan Gubernur Jawa Timur sebagai evaluator setiap Perda yang berlaku di wilayah Kabupaten Pasuruan tidak pernah mempertimbangkan dampak atas terbitnya perda tersebut, termasuk menggunakan hak dan wewenangnya untuk melakukan monitor dan evaluasi (Monev) terhadap pelaksanaan Perda tersebut.
Berdasarkan Konstitusi, Perda yang sudah disahkan oleh DPRD sebetulnya dapat dibatalkan karena 3 (tiga) sebab, yaitu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (PUU) yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan kesusilaan.
Perda Wajib Madin menjadi sorotan publik karena diduga bertentangan dengan UU Perlindungan Anak, semua siswa SD yang beragama Islam dituntut wajib menempuh pendidikan pada dua lembaga pendidikan sekaligus. Jika Perda tersebut dijalankan pada dunia pendidikan pasti anak-anak yang menempuh pendidikan di SD dan Madin menyebabkan ruang dan waktu hak bermain, hak menikmati hiburan dan istirahat bagi anak-anak menjadi terbatas, sementara pemerintah sendiri sudah membuat lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah negeri maupun swasta bagi anak-anak yang ingin belajar mendalami agama Islam tingkat dasar sederajat SD.
Jika Wajib Madin di Kabupaten Pasuruan dipaksakan menjadi syarat mutlak pada anak-anak SD porsi belajar anak-anak akan bertambah padat. Kegiatan ekstra kulikuler siswa SD yang lain untuk berkumpul dan mengembangkan bakat bersama dengan teman-teman yang berbeda agama dan keyakinan diluar kegiatan sekolah menjadi tidak ada ruang maupun waktu.
Daniar Annisa pengamat kebijakan dan aktivis sosial dari Kecamatan Rembang menyikapi akan hal tersebut, ia meminta agar kebijakan yang sudah berbentuk Perda ini harus segera dievaluasi kembali, jika ternyata ada tumpang tindih dengan regulasi lain supaya dibatalkan dan dicabut kembali.
Penyebaran secara masif ideologi-ideologi transnasional yang mendukung berdirinya Khilafah seharusnya juga diwaspadai oleh Pemkab Pasuruan, peran serta pemerintah daerah harus mempunyai strategi yang efektif untuk menangkal segala bentuk ajaran ideologi radikal yang berasal dari paham Salafi Wahabi, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir, dikuatirkan menyusup melalui jalur pendidikan agama diluar sekolah harus diantisipasi sedini mungkin, menyelamatkan masa depan bangsa dan negara seharusnya menjadi prioritas dan bahan pertimbangan pemkab Pasuruan dalam membuat kebijakan baru.
"Pemkab Pasuruan seharusnya tidak grusa-grusu membuat Perda, tapi diawali dengan membuat analisa dan kajian ilmiah dulu. Apalagi Perda menyangkut pendidikan anak-anak usia dini. Toleransi dan menghormati perbedaan seharusnya ditanamkan sejak usia dini pada pendidikan dasar menjadi prioritas," terang Daniar Annisa, Minggu, (05/02/2023).
Masih menurut Daniar Annisa dalam penjelasannya "Lagian juga kalau siswa SD setiap hari terpaksa waktunya habis sibuk untuk belajar, bukannya mereka jadi tambah pintar atau berprestasi tapi malah terpaksa (malas-malasan..red,) pergi ke sekolah karena kecapekan ujung-ujungnya semakin banyak lagi anak yang putus sekolah," ungkap Daniar Annisa.
Sesuai dengan data BNPT dan pernyataan duta Kebangsaan NU Islah Bahrawi, indikasi banyak pejabat pemerintah di Indonesia yang terpapar ideologi radikal dampak ajaran agama yang menyesatkan, sehingga marak terjadi praktek politik identitas, kenyataan ini seharusnya menjadi cermin dan bahan kajian ilmiah bagi kita khususnya pemerintah daerah kabupaten Pasuruan dalam menerapkan Perda Wajib Madin.
Lebih jauh lagi, Daniar Annisa berharap agar tidak terjadi polarisasi sosial di kalangan masyarakat pada masa datang seharusnya Pemerintah Kabupaten Pasuruan lebih memahami strategi menanamkan pendidikan wawasan kebangsaan dan simulasi 4 Pilar Kebangsaan, apalagi wilayah Pasuruan dikenal gudangnya para santri.
"Caranya dengan mengajarkan toleransi pada sesama dan menghormati perbedaan berdasarkan Pancasila pada anak-anak sejak usia dini. Adapun alternatif solusinya bukan malah membuat Perda Wajib Madin untuk meningkatkan prestasi siswa SD, melainkan cara yang bisa dilakukan oleh Pemkab Pasuruan dengan meningkatkan prestasi para siswa SD diantaranya memperbaiki dan melengkapi fasilitas sekolah-sekolah negeri yang sudah rusak dan meningkatkan kualitas guru sekaligus memperbanyak beasiswa untuk siswa berprestasi, dan lain-lain." Pungkasnya.
Editor : Hasan
Jurnalist : Rachmat
View
4 Komentar
PERDA MADIN ITU SEBENARNYA SEBAGAI PENGUAT SAJA, TANPA PERDA PUN BAGI MASYARAKAT PASURUAN SUDAH MEWAJIBKAN ANAK ANAKNYA UNTUK SEKOLAH DIMADIN. SEBENARNYA BAGI .MASYARAMAT PASURUAN ADANYA LERDA MADIN ITU TIDAK BERDAMPAK
BalasHapusPengamatan Danisa sangat blunder. Perda Wajib Madin bermula dari kekhawatiran terhadap pengetahuan agama dan etika anak didik yg mulai terdegradasi. Perda tsb dalam proses penyusunan nya sudah melalui tahapan " yg sudah tepat dg mempertimbangkan aspek yuridis, filosofis dan sosiologis. Bukan perda yg sehari jadi.
BalasHapusMadrasah diniyah jauh dari apa yg dipersepsikan salah oleh si pengamat sbg celah penanaman paham khilafah.. Justru di madin diberi pendidikan bagaimana toleran dan mencintai bangsa negaranya,, bahkan ada kalam ulama hubbul wathon minal iman artinya mencintai negara sebagian dr iman..
BalasHapusSEBAGAI WARGA PASURUAN KAMI BERBANGGA HATI DIWAJIBKAN MADIN. SELEPAS SEKOLAH SD KAMI KHAWATIR ANAK KAMI FULL MAIN GADGET TAPI DG ADANYA MADIN KAMI LEGA, WAKTU ANAK KAMI MASIH BISA BERMAIN DI MADRASAH DAN JUGA MENDAPATKAN ILMU AGAMA DAN AKHLAK..
BalasHapus