![]() |
[Foto : Oknum Guru Dan Pihak Korban Saat Mediasi] |
Yang dalam hal ini , orang tua korban mengaku bahwa masalah ini sudah di selesaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Lamongan,namun sangat disayangkan , mediasi dan permohonan maaf tersebut bukan di lakukan di rumah korban , lingkungan sekolah ataupun di Kantor Dinas Pendidikan , melainkan di sebuah warung kopi yang keluarga korban tidak tahu di wilayah mana.
Hal itu di ungkapkan oleh orang tua dari (Satria) korban kekerasan oknum guru kepada Tim Media Jurnaljawapes.com saat tim melakukan kunjungan ke kediaman korban di Desa Puter ,Kembangbahu.Rabo (25/09/2024) yang mendapati korban dalam keadaan lebam ,pucat ,demam dan trauma akibat dari kekerasan yang di alaminya.
Lebih lanjut orang tua korban juga menyampaikan bahwa dirinya berharap Kepada Dinas Pendidikan Lamongan agar memberikan sanksi tegas terhadap guru yang telah melakukan kekerasan terhadap anaknya yang di ketahui bernama Eli seorang guru Bahasa Indonesia di sekolah tersebut.
"Kami hanya ingin Bu Eli di pindah dari Sekolah , agar anak kami mau bersekolah kembali dan tidak trauma melihat dia ( Eli )," ujarnya.
Sementara itu Satria menuturkan awal dari kejadian yang menimpa nya adalah , di karenakan Guru Eli tidak jelas mendengar panggilan yang di lontarkan untuk nya.
"Saya bilang ke teman - teman ada Bu Eli ,tapi Bu Eli dengarnya saya bilang ada Eli,ada Eli ," ucapnya dengan menangis.
Guna untuk memperjelas dan juga untuk mendapatkan berita yang berimbang tentang adanya kejadian tersebut , tidak hanya berkunjung ke kediaman korban , tim juga melakukan penelusuran ke SMPN 1 Kembangbahu.
Yang pada saat itu di temui oleh salah satu guru (Yusuf) selaku perwakilan dari sekolah, yang juga mengaku sebagai seorang wartawan dari salah satu media online , saat di konfirmasi , Yusuf membenarkan adanya tindak kekerasan terhadap siswa (Satria) ,dan sudah di ambil alih oleh Dinas Pendidikan Lamongan.
Namun yang mengejutkan adalah dirinya menyebutkan bahwa tindakan kekerasan yang di lakukan oleh oknum guru tersebut merupakan tindakan manusiawi yang mungkin pada saat itu dia sedang ada masalah.
"Ya itu manusiawi , namanya manusia mungkin Bu Eli lagi ada masalah di rumah pak , jadi terbawa ke sekolah,"ujarnya sambil menunjukkan ID Card dari salah satu media online.
Terkait dengan kejadian kekerasan yang di alami oleh Satria Siswa SMPN 1 Kembangbahu Lamongan ini ,serta adanya Oknum guru di Sekolah tersebut yang mengaku sebagai wartawan ini , Sikap tegas dari Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Munif sangat diharapkan dan dipertanyakan, agar bisa memberikan efek jera bagi para pendidik yang bersifat arogan terhadap siswa nya.
Perlu untuk di ingat dan di ketahui ,sejak tahun 2005 Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melarang penggunaan kekerasan fisik terhadap anak di sekolah yang dilakukan dengan sengaja oleh individu terhadap individu lainnya dengan tujuan menindas agar mendapat penderitaan.
Pada hakikatnya, kekerasan tidak pernah dibenarkan baik dalam hukum positif, hukum Islam, maupun hukum adat setempat kekerasan mengakibatkan kerusakan pada fisik korban, tidak hanya itu bahkan dapat melukai psikis korban.
Namun sayangnya, implementasi kekerasan di masyarakat masih sering dijumpai dengan berbagai oknum mulai dari anak-anak hingga dewasa. Ironisnya, kekerasan justru kerap terjadi di institusi Pendidikan yakni sekolah.
Perlu diperhatikan pula, bahwa pada dasarnya pasal tentang penganiayaan anak ini diatur khusus dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Adapun selanjutnya sanksi bagi orang yang melanggar pasal di atas (pelaku kekerasan/penganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014:
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya. (Redaksi)
View
0 Komentar