![]() |
[Foto : Sedekah Bumi Desa Jono] |
Kepala Desa Jono, Asrun, dalam sambutannya menegaskan pentingnya menjaga tradisi sebagai identitas budaya yang harus diwariskan kepada generasi muda. “Sedekah Bumi ini bukan sekadar adat, tapi juga cara kita uri-uri budaya Jawa. Kita rawat nilai-nilai luhur ini agar tidak hilang ditelan zaman. Tradisi ini mengajarkan tentang syukur, kebersamaan, dan cinta terhadap warisan leluhur,” ujar Kades Asrun.Sabtu (03/05/2025)
Sementara itu Wasis selaku Masyarakat Desa Jono menjelaskan bahwa acara ini digelar sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas limpahan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa. "Ini bukan sekadar acara tahunan, tetapi bentuk penghormatan terhadap leluhur dan pengikat silaturrahmi antarwarga. Kami ingin masyarakat senang, terhibur, dan tetap menjaga warisan budaya," jelas Wasis.
Acara dimulai sejak siang hari dengan prosesi tasyakuran di balai desa. Warga dari berbagai dusun datang membawa nampan berisi makanan dan hasil bumi sebagai simbol keberkahan dan gotong royong. Yang paling khas dan utama adalah nasi, ikan bandeng, serta berbagai jenis jajan pasar seperti apem, lemper, dan kue tradisional lainnya. Kehadiran makanan-makanan ini tak hanya menggugah selera, tetapi juga sarat makna sebagai perlambang kesuburan dan kemakmuran.
Puncak acara berlangsung pada malam hari dengan pagelaran kesenian Ludruk Karya Baru dari Mojokerto yang sukses menghibur warga. Ludruk sebagai seni pertunjukan rakyat bukan hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana pendidikan moral dan sosial yang dikemas dalam jenaka namun penuh pesan.
Sedekah Bumi di Desa Jono bukan sekadar seremoni, melainkan cermin dari keteguhan masyarakat dalam menjaga harmoni antara alam, leluhur, dan sesama. Di balik gelaran meriah, tersirat pesan luhur bahwa rasa syukur, pelestarian budaya, dan kebersamaan adalah kunci untuk melangkah ke masa depan dengan penuh makna.
(Yan/ul)
View
0 Komentar