Terulang Kembali Praktik Busuk Jual Beli Bangku dan Pemalsuan Dokumen SPMB 2025: “Dunia Pendidikan Dirusak dari Hulu”

[Foto : SPMB 2025 Gratis di atas kertas, mahal di balik layar]
Sidoarjo | Jurnaljawapes.com - Fenomena jual beli bangku sekolah dan pemalsuan dokumen dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 kembali mencuat ke permukaan. Praktik kotor ini tak hanya mencederai semangat keadilan dalam pendidikan, khususnya di jenjang Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN), tetapi juga mencoreng wajah bangsa yang tengah berupaya membangun generasi unggul.

Pimpinan Redaksi Jurnaljawapes.com, Pujo Asmoro, dalam investigasinya menyoroti tajam maraknya dugaan kecurangan dalam proses penerimaan siswa baru yang terjadi secara masif sejak 2023 hingga 2025. Anehnya, hingga kini belum satu pun oknum yang tertangkap tangan, padahal praktik curang ini diduga melibatkan berbagai pihak: mulai dari masyarakat sipil, kepala sekolah negeri, hingga pejabat di lingkungan dinas pendidikan provinsi. Nilai transaksi jual beli bangku bahkan mencapai ratusan juta rupiah bukan lagi rahasia umum.

"Apa yang terjadi dalam proses SPMB 2025 adalah potret kelam pendidikan kita. Bangku sekolah diperjualbelikan layaknya barang dagangan. Data domisili dan nilai siswa dipalsukan demi mengejar sekolah favorit. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi kejahatan moral dan hukum," tegas Pujo Asmoro, Sabtu (12/07/2025).

Sorotan tajam juga datang dari Kombes Pol. Hagyono, Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri. Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan bahwa pelaku kecurangan seperti jual beli kursi atau pemalsuan dokumen bisa dijerat dengan sanksi pidana serius.

"Pendidikan adalah jembatan masa depan bangsa, bukan ladang bisnis kotor. Ketika akses pendidikan ditentukan oleh uang dan manipulasi data, maka yang lahir bukan generasi emas, melainkan generasi hasil seleksi kapital dan tipu daya," kata Hagyono.

Pernyataan lebih mendalam juga disampaikan oleh Juni Hari, tokoh kemanusiaan dan pengamat pendidikan nasional. Ia menilai praktik curang dalam SPMB bukan sekadar bentuk penyimpangan prosedural, tetapi juga bentuk pembusukan sistemik terhadap etika dan keadilan dalam pendidikan.

"Ketika sekolah dijadikan komoditas dan akses pendidikan diperjualbelikan, maka yang rusak bukan hanya mekanisme, tapi juga jiwa bangsa. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dengan nilai kejujuran justru disuguhi realitas bahwa tipu daya dan uang bisa mengalahkan prestasi. Ini luka serius bagi masa depan Indonesia," ujar Juni Hari dengan nada prihatin.

Media Jurnaljawapes.com menegaskan komitmennya untuk terus mengawal dan membongkar praktik curang dalam dunia pendidikan. Redaksi mendorong aparat penegak hukum termasuk KPK, Kepolisian, dan Ombudsman RI agar tidak sekadar mengeluarkan imbauan, tetapi benar-benar bertindak tegas terhadap para pelaku: calo, oknum sekolah, hingga aktor-aktor di balik layar yang memperdagangkan masa depan anak bangsa.

"Kami akan mengawal isu ini sebagai kontrol sosial dengan sikap terbuka dan independen. Bila perlu, kami siapkan tim advokasi dan investigasi untuk menyisir langsung praktik-praktik semacam ini di akar rumput. Negara tidak boleh kalah oleh mafia pendidikan," tambah Pujo Asmoro.

Fenomena kecurangan dalam SPMB tercatat terjadi di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, serta di sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Modusnya beragam: mulai dari pemalsuan alamat domisili, manipulasi data nilai, hingga suap demi mendapatkan 'kursi' di sekolah favorit. Ironisnya, semua ini terjadi di tengah semangat kebijakan zonasi dan pemerataan pendidikan nasional.

[Foto : Anak - Anak Tulungagung Yang Tidak Di Terima Di Sekolah Yang Ada Di Lingkungan nya]
Salah satu kasus mencolok ditemukan di Tulungagung, di mana warga yang tinggal tepat di sekitar sekolah negeri justru tidak diterima, sementara anak pejabat yang rumahnya berjarak ratusan kilometer bisa masuk dengan mulus. Ketimpangan ini menggambarkan rusaknya sistem seleksi pendidikan yang seharusnya menjadi instrumen keadilan sosial.

"Bangun kembali marwah pendidikan kita. Bersihkan sistem dari para penyusup yang menjadikan sekolah sebagai komoditas. Ini bukan sekadar soal murid masuk sekolah, ini soal menjaga masa depan Indonesia," tutup Pujo Asmoro dengan nada tegas.

Kasus jual beli bangku dan pemalsuan dokumen dalam SPMB 2025 berpotensi melanggar berbagai ketentuan hukum, antara lain:

1. Pemalsuan Dokumen (KUHP Pasal 263 ayat 1 & 2)

- Ancaman pidana penjara hingga 6 tahun bagi siapa pun yang memalsukan atau menggunakan dokumen palsu seperti KK, domisili, dan rapor.

2. Penyuapan dan Gratifikasi (UU Tipikor Pasal 5, 6, dan 12B)

- Memberi uang kepada pejabat sekolah atau dinas untuk meloloskan siswa termasuk tindak pidana suap, dengan ancaman penjara hingga 5 tahun atau lebih.

3. Penyalahgunaan Wewenang (UU Tipikor Pasal 3)

- Oknum pejabat yang menggunakan jabatannya untuk memperjualbelikan kursi sekolah dapat dipidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

4. Pelanggaran Prinsip Pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas)

- Melanggar hak peserta didik atas pendidikan yang adil dan nondiskriminatif sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12.

5. Kejahatan Korporasi atau Institusi (UU Tipikor Pasal 20)

- Jika sekolah atau lembaga pendidikan terlibat secara institusional, dapat dijerat sebagai pelaku tindak pidana korporasi.

Jurnaljawapes.com berkomitmen untuk terus berada di garis depan dalam mengungkap praktik-praktik kotor yang merusak masa depan pendidikan Indonesia.

(Redaksi | Jurnaljawapes.com)

Baca Juga

View

Posting Komentar

0 Komentar

Pujo Asmoro

Pimprus Media Jurnal Jawapes. WA: 082234252450

Countact Pengaduan