![]() |
[Foto : Wakil Ketua Madas Jawa Timur Edy Macan (tengah)] |
Edy menyebut, momentum yang seharusnya menjadi pesta demokrasi justru terasa sempit dan elitis.
“Suara-suara dari seluruh penjuru negeri seolah dibungkam, hak anggota untuk berpartisipasi diabaikan,” tegasnya.
Menurut Edy, proses yang terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan seluruh elemen organisasi membuat legitimasi kepemimpinan baru Madas dipertanyakan. Ia menekankan, organisasi sebesar Madas seharusnya menjunjung transparansi, keterbukaan aspirasi, dan kompetisi yang sehat.
Edy mengingatkan bahwa setiap tingkatan kepengurusan mulai DPP, DPD, DPC hingga DPAC di seluruh Indonesia memiliki hak mengajukan calon terbaiknya. Hak itu, menurutnya, telah terabaikan.
“Ini bukan tentang siapa yang menang, tetapi bagaimana proses itu berjalan,” ujar Edy, mengutip motto organisasi, “Salam settong dhere, salam satu darah,” yang seharusnya mempererat persatuan, bukan memecah belah.
Ia khawatir, jika Madas dikuasai kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, organisasi ini akan menjadi milik segelintir orang di Jawa Timur saja. Hal ini dinilai berbahaya karena bisa memicu perpecahan di tubuh Madas.
Edy menyerukan seluruh anggota Madas di Indonesia untuk berani bersuara dan menuntut mekanisme demokrasi yang transparan. Menurutnya, hanya proses yang jujur dan profesional yang mampu menjaga kredibilitas organisasi di mata anggota dan masyarakat.
“Siapa pun yang terpilih, jika jalannya benar dan profesional pasti membawa kebaikan bagi semua. Ciptakan demokrasi yang sehat! Kami harap pada 10 Agustus 2025, undangan yang sudah kami kirimkan ke DPD Jatim bisa menjadi semangat demokrasi yang sehat dan profesional,” pungkasnya.
Pernyataan keras Edy Macan ini menjadi alarm serius bagi internal Madas dan berpotensi memantik gelombang protes dari berbagai daerah. Masa depan organisasi kini bergantung pada kemauan seluruh elemen untuk mengedepankan proses yang adil dan inklusif.
(Redaksi)
View
0 Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments