![]() |
[Foto : Ilustrasi Bantuan Pangan Kabupaten Lamongan] |
Penyaluran banpang di wilayah Babat dimulai sejak 18 Juli 2025 dengan agenda pembagian jadwal kerja oleh Muqim selaku koordinator kecamatan dan Zaenal sebagai koordinator lapangan. Sebanyak 10 orang penyalur ditugaskan untuk mendistribusikan bantuan kepada 8.210 PBP yang tersebar di 23 desa dan kelurahan.
Dalam pelaksanaannya, para penyalur bekerja hampir tanpa mengenal waktu. Mulai pukul 08.00 pagi hingga menjelang tengah malam, mereka mendistribusikan bantuan, membagikan undangan, hingga melakukan revisi data penerima. Bahkan, pekerjaan revisi kerap dilanjutkan hingga larut malam di kantor Dinas Sosial Lamongan.
Namun, setelah seluruh proses penyaluran selesai, para penyalur justru tidak segera menerima haknya. Pada 5 Agustus 2025, tim baru menerima pembayaran gaji tahap pertama sebesar Rp400.000 (50%) dari total yang dijanjikan. Sisanya baru dibayarkan kemudian, sehingga total honor setiap penyalur hanya Rp800.000.
Dalam pertemuan pembagian gaji, muncul pertanyaan mendasar dari para penyalur: berapa sebenarnya fee yang ditetapkan per PBP? Sayangnya, baik koordinator lapangan maupun koordinator kecamatan tidak memberikan jawaban tegas.
Koordinator lapangan, Zaenal, sempat beralasan bahwa “tender tidak langsung, melalui banyak link,” tanpa penjelasan lebih rinci. Sementara itu, Muqim selaku koordinator kecamatan justru menyamakan peran para penyalur dengan kuli atau mreman yang dianggap sudah cukup dibayar sesuai hasil kerja.
Lebih jauh, saat ditanya soal legalitas tim penyalur, Muqim memberi jawaban mengejutkan: “Ibarat orang mreman atau nguli saja.” Pernyataan ini menimbulkan dugaan bahwa keberadaan tim penyalur di Kecamatan Babat beroperasi tanpa kejelasan legalitas, padahal program ini merupakan program resmi pemerintah yang melibatkan Dinas Sosial dan Bulog.
Kondisi ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan penyalur banpang. Mereka menilai, semestinya program sosial pemerintah tidak dijalankan dengan pola yang penuh ketidakjelasan, apalagi menyangkut hak para pekerja di lapangan.
“Yang kami harapkan hanyalah transparansi. Walaupun honor kecil, asal jelas perhitungannya dan tidak ada yang ditutup-tutupi, kami siap menjalankan tugas dengan ikhlas,” ungkap salah satu anggota penyalur.
Selain itu, para penyalur juga mempertanyakan rangkap jabatan yang dilakukan oleh dua koordinator banpang yang diketahui juga merupakan pendamping PKH di wilayah Babat. Mereka berharap Dinas Sosial dan Bulog dapat memberi penjelasan terbuka, sekaligus memastikan tidak ada praktik pungutan liar (pungli) maupun permainan fee di balik program banpang ini.
Masyarakat menilai, transparansi sangat penting agar program bantuan pangan yang seharusnya berorientasi sosial tidak berubah menjadi ajang kepentingan oknum. Kejelasan legalitas tim penyalur dan sistem honorarium menjadi kunci agar program ini benar-benar berpihak pada rakyat.
(Prayitno/Redaksi)
View
0 Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments