![]() |
[Foto : Empat Makam Waliyullah Yang Ada Di Gresik] |
Dari puncak Giri Kedaton hingga lorong-lorong tua di kampung Gapuro, pusara para ulama besar seakan terus menghidupkan denyut spiritual masyarakat. Tak hanya menjadi tempat ziarah, makam para wali di Gresik telah menjelma menjadi titik episentrum sejarah dan identitas keislaman tanah Jawa.
Di Jantung Kota Gresik, berdiri megah kompleks pemakaman Maulana Malik Ibrahim, ulama besar yang disebut-sebut sebagai pembuka gerbang Islam di Tanah Jawa. Wafat pada 1419 M, beliau adalah wali tertua dalam silsilah Walisongo.
Dengan nisan khas Gujarat dan ukiran kaligrafi yang masih terawat, makam Malik Ibrahim bukan hanya menjadi tujuan ziarah, tetapi juga living museum sejarah Islam. Setiap tahun, ribuan peziarah dari seluruh penjuru Nusantara bahkan mancanegara datang, bukan hanya untuk berdoa, tapi juga menyerap hikmah dari perjuangan beliau yang damai dan persuasif.
“Beliau bukan sekadar pendakwah, tapi juga pelopor transformasi sosial melalui jalur perdagangan, pendidikan, dan pendekatan budaya,” tutur KH. Nur Kholis, pengasuh pesantren saat wawancara eksklusif dengan Tim Jurnaljawapes di sekitar makam.Selasa (15/07/2025)
Sekitar 4 kilometer dari makam Malik Ibrahim, menanjak ke Bukit Giri di Kecamatan Kebomas, berdiri kompleks Makam Sunan Giri, atau Raden Paku, yang lebih dikenal dengan gelar Ainul Yaqin.
Tak hanya dikenal sebagai ulama besar, Sunan Giri adalah negarawan. Ia mendirikan Pesantren Giri Kedaton, lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa, sekaligus basis penyebaran Islam ke wilayah Indonesia timur seperti Nusa Tenggara, Maluku, hingga Kalimantan.
Kompleks pemakaman yang terdiri dari gapura-gapura klasik dan cungkup beratap joglo ini seolah menjadi saksi kejayaan Islam era Majapahit akhir. Nuansa spiritual sangat kental terasa di setiap anak tangga yang dinaiki menuju makam beliau.
“Sunan Giri bukan hanya menyebarkan agama, tapi juga sistem pemerintahan yang adil dan beradab,” ungkap sejarawan lokal Gresik, Moch. Taufik.
Tak banyak yang tahu bahwa di Desa Leran, Kecamatan Manyar, terdapat salah satu makam Islam tertua di Asia Tenggara. Ia adalah Siti Fatimah binti Maimun, yang wafat pada tahun 1082 M.
Makam beliau menjadi bukti bahwa Islam telah hadir di Gresik bahkan sebelum era Walisongo. Lokasi ini juga menyimpan kuburan panjang, yang konon milik ulama penyebar Islam dari Persia atau Gujarat. Sejumlah arkeolog bahkan mengkaji makam ini sebagai bukti keterhubungan Gresik dengan jalur maritim dan dakwah global sejak abad ke-11.
Fenomena ziarah ke makam wali di Gresik tidak bisa dilepaskan dari upaya masyarakat menemukan ruh spiritualitas di tengah zaman yang serba cepat. Di kompleks makam, tak jarang kita temui peziarah yang berdiam diri, menangis, atau sekadar termenung di sisi pusara, seolah berbicara langsung dengan sejarah.
“Makam para wali bukan tempat meminta-minta, tapi tempat bercermin: apakah kita sudah melanjutkan perjuangan dakwah dan akhlak mulia mereka?” ujar Ustazah Lathifah, seorang peziarah asal Banjarmasin.
Pemerintah Kabupaten Gresik melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terus berupaya merawat dan menata kawasan makam wali sebagai cagar budaya. Selain perbaikan akses, disediakan juga pusat informasi sejarah, tempat ibadah yang layak, serta edukasi untuk generasi muda.
Ziarah ke makam wali di Gresik bukan sekadar tradisi. Ia adalah ziarah sejarah, ziarah peradaban. Sebuah upaya menghidupkan kembali semangat tauhid, keilmuan, dan keberadaban yang diwariskan para ulama besar di tanah ini.
(ul)
View
0 Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments