![]() |
[Foto : Surat Klarifikasi Dari PJI Yang Di Tujukan Kepada Kapolres Dan Kasat Reskrim Mojokerto] |
Salah satu dugaan kasus mencolok terendus di Polres Mojokerto. Investigasi yang digagas langsung oleh Ketua Umum PJI ini mengarah pada dugaan kekerasan terhadap tersangka, pemerasan, dan tawaran penghilangan pasal berat dengan nominal ratusan juta rupiah. Ironisnya, klarifikasi resmi yang telah dua kali diajukan kepada Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Mojokerto justru tidak mendapat respons.
Senin, 7 Juli 2025, surat klarifikasi pertama dikirimkan ke Kapolres dan Kasat Reskrim Mojokerto dengan Nomor: 018/KLARIFIKASI/VII/2025. Surat diantar langsung dan memuat 14 pertanyaan krusial. Namun hingga batas waktu, tidak ada tanggapan. Surat kedua dengan nomor 019/KLARIFIKASI/VII/2025 dikirimkan kembali, tetap nihil jawaban. Saat surat dikirim, Kasat Reskrim dijabat AKP Nova Indra Pratama, yang kemudian digantikan oleh AKP Fauzy Pratama melalui sertijab pada Jumat, 11 Juli 2025.
Kasus ini bermula dari laporan anggota PJI yang juga kakak ipar tersangka ARH (27), terkait dugaan pemerasan dan kekerasan saat pemeriksaan di Polres Mojokerto. ARH diamankan oleh Polsek Sedati atas dugaan penganiayaan terhadap pacarnya, yang sudah berhubungan dengannya selama 4,5 tahun.
Namun, pada tahap BAP, ARH tidak didampingi kuasa hukum. Kakak iparnya yang juga wartawan meminta mendampingi, ditolak oleh oknum penyidik. Jumat, 9 Mei 2025, ARH disangkakan Pasal 53 jo. 338 KUHP (percobaan pembunuhan) atau Pasal 351 ayat 2 KUHP (penganiayaan berat).
Ketika keluarga menjenguk, kondisi ARH sangat memprihatinkan: mata kanan lebam, bengkak, dan ada bercak darah. ARH mengaku dipukul oknum Kanit Resmob SM agar mengakui perbuatan yang tak sepenuhnya sesuai fakta. Lebih mencengangkan, setelah menandatangani BAP, ia ditawari untuk "membeli" penghilangan pasal percobaan pembunuhan dengan kode “kacamata” yang oleh penyidik dimaknai ratusan juta rupiah.
Menindaklanjuti laporan itu, Ketua PJI menerbitkan Surat Tugas Khusus Investigasi kepada tiga anggota. Salah satunya adalah kakak ipar ARH sendiri yang sebelumnya sudah dikenal oleh penyidik. Melalui interaksi yang direkam, diketahui oknum penyidik DDH mengatur pertemuan "negosiasi" di belakang ruang Resmob.
Tawaran dari oknum SM disampaikan via WhatsApp yang diperlihatkan langsung mencapai angka Rp150 juta untuk menghapus pasal percobaan pembunuhan. Namun, anggota PJI tegas menolak dan keluar dari skema tersebut.
Permintaan ARH untuk mengambil barang pribadinya yang bukan barang bukti justru berujung pada dugaan pemerasan tambahan. ARH dimintai Rp10 juta. Permintaan ini dilimpahkan kepada petugas tahanan saat dikonfirmasi ke penyidik DDH.
Investigasi semakin menguatkan dugaan pelanggaran HAM. Ketua PJI yang langsung menemui ARH di ruang tahanan menyaksikan sendiri lebam di wajah serta bekas sundutan rokok di tubuhnya. Meski sempat meminta agar tidak dipublikasikan karena ketakutan, ARH akhirnya menyampaikan bahwa penyiksaan dilakukan oleh oknum Kanit Resmob SM. Ia juga menyatakan BAP tidak sesuai kenyataan, dilakukan tanpa pendampingan hukum.
Lebih mengejutkan, pihak korban justru memaafkan ARH dan menyatakan tidak percaya ada niat pembunuhan. Orang tua korban pun mendampingi langsung saat korban menyerahkan surat pernyataan resmi pencabutan laporan. Korban bahkan menyatakan, "Kalau memang ada niat membunuh, saya tidak akan terbangun lagi pagi itu."
Dalam rekonstruksi 9 Juli 2025, oknum penyidik menyatakan bahwa tersangka telah didampingi kuasa hukum, yakni Indah Wahyu. Namun catatan menunjukkan bahwa surat kuasa baru ditandatangani tanggal 16 Mei 2025, padahal BAP dilakukan pada 8 Mei 2025. Jika benar terdapat tanda tangan kuasa hukum pada BAP, maka ini mengarah pada dugaan rekayasa hukum bentuk pelanggaran etik dan pidana serius.
PJI menegaskan bahwa hasil investigasi ini bukan tuduhan tanpa dasar. Setiap langkah dilakukan berdasarkan data, bukti, dan prosedur jurnalisme profesional. PJI menyerukan kepada Kapolres Mojokerto, Propam, Wassidik Polda Jatim hingga Kapolri agar menindak tegas para oknum aparat yang memperjualbelikan pasal, melakukan kekerasan terhadap tahanan, dan merekayasa dokumen hukum.
Jika ditemukan penandatanganan kuasa hukum palsu dalam BAP, maka patut diduga terdapat kolusi antara penyidik dan kuasa hukum. Ini harus menjadi pintu masuk pencabutan izin beracara dan pemrosesan pidana terhadap oknum pengacara.
Investigasi ini adalah bentuk tanggung jawab moral dan profesional pers dalam menjaga nalar keadilan dan supremasi hukum. Kami menolak melupakan dan menolak diam atas praktik hukum kotor. Hukum harus ditegakkan, bukan diperjualbelikan. Penegakan hukum tidak boleh disandera oleh segelintir oknum yang memperkosa keadilan.
(Redaksi)
View
0 Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments