![]() |
[Foto : Sosialisasi Pembangunan Tower BTS Desa Dungus] |
Kegiatan yang dihadiri lengkap unsur pemerintah desa, Camat Cerme beserta staf, Ketua RW dan RT, Bhabinkamtibmas, Koramil, tokoh masyarakat, dan seluruh warga Desa Dungus ini berlangsung tegang namun tertib. Inti dari penolakan warga berasal dari kekhawatiran terhadap dampak jangka panjang paparan radiasi elektromagnetik dari tower BTS yang dinilai bisa membahayakan.
Seorang bidan setempat secara terbuka menyampaikan paparan ilmiah tentang potensi bahaya yang timbul dari keberadaan tower BTS. Menurutnya, tower dengan daya ISP tinggi memiliki potensi menimbulkan paparan radiasi yang berdampak pada gangguan kesehatan, mulai dari susah tidur, sakit kepala, hingga risiko kanker.
“Selain kesehatan, tower juga bisa menimbulkan risiko fisik seperti roboh saat cuaca ekstrem, gangguan kebisingan, hingga efek terhadap alat-alat elektronik di sekitar rumah warga,” tegasnya.
Ketika diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangan, perwakilan dari pihak operator tower mencoba menjelaskan manfaat keberadaan BTS, seperti peningkatan kualitas sinyal, akses internet yang lebih baik, serta fungsi darurat dalam pemantauan keamanan.
“Pemasangan tower sudah mengacu pada regulasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, termasuk jarak aman minimal 20-30 meter dari pemukiman. Kami juga telah memasang grounding sebagai langkah perlindungan dari sambaran petir,” terang pihak operator.
Namun, argumen tersebut tak mampu meredakan keresahan warga. Puncak kemarahan muncul saat sesi tanya jawab, ketika seorang tokoh masyarakat berinisial SF mempertanyakan legalitas izin pendirian tower.
Jawaban dari pihak operator bahwa izin masih dalam proses dan belum ada pemberitahuan resmi ke RW maupun BPD hanya sebatas kepala desa membuat warga makin geram. Warga menilai proses pembangunan tower dilakukan secara tertutup dan tidak mengindahkan prinsip transparansi dan partisipasi publik.
“Kami merasa hak kami diabaikan. Ini bukan sekadar soal sinyal internet, tapi soal keselamatan dan masa depan keluarga kami,” cetus salah satu warga.
Sebagai penutup, Sekretaris Desa Dungus membacakan hasil rapat resmi yang dituangkan dalam berita acara. Kesimpulan akhir: warga menolak secara bulat rencana pendirian tower BTS di wilayah mereka.
Dalam berita acara disebutkan beberapa pertimbangan utama, di antaranya:
- Potensi bahaya radiasi elektromagnetik;
- Gangguan kesehatan jangka panjang;
- Proses sosialisasi dan perizinan yang tidak transparan;
Keputusan warga Desa Dungus ini menjadi sinyal kuat bahwa setiap rencana pembangunan, terutama yang menyangkut aspek kesehatan dan keselamatan publik, harus mengedepankan asas keterbukaan, partisipatif, dan mengutamakan kepentingan masyarakat.
(Tim)
View
0 Komentar