![]() |
[Foto : Contoh Kendaraan Dinas Mewah Untuk Ketua DPRD Kabupaten Gresik] |
Di lansir dari Media Wong Bodho Jurnalis, Mobil kelas premium itu hadir seolah menjadi trofi di tengah penderitaan rakyat. Simbol kemewahan yang dipamerkan tanpa rasa bersalah, sementara masyarakat terus dihimpit ketidakpastian ekonomi dan kebutuhan hidup yang tak terpenuhi.
Aba Rosid selaku Penanggung Jawab Wong Bodho Jurnalis (WBJ) yang juga Pimpinan Redaksi Mediabarometer.net, menyayangkan keras pengadaan kendaraan tersebut.
“Kami menilai ini tindakan tidak tahu diri. Jangan bungkus nafsu fasilitas dengan dalih jabatan! Di mana empati mereka terhadap masyarakat yang hari ini bahkan sulit untuk sekadar makan?” tegas Aba Rosid.
Ia menekankan bahwa pejabat publik seharusnya menjadi contoh dalam hal penghematan anggaran, bukan justru tampil hedon di tengah kondisi rakyat yang memprihatinkan.
“Bagaimana mungkin mereka memahami jeritan petani, nelayan, buruh, atau pedagang kecil, jika mereka sendiri tak pernah mencicipi debu jalan rusak yang dilalui warga setiap hari?” ujarnya geram.
Kritik senada juga datang dari (Dk) seorang pengamat kebijakan lokal yang dalam hal ini pihaknya mengatakan “Mobil rakyat itu ya angkot, sepeda motor, atau odong-odong. Bukan SUV mewah berfitur panoramic sunroof dan cruise control. Ini bukan hanya soal pengadaan, tapi soal mental dan cara pandang penguasa terhadap publik yang mereka wakili,” cetusnya.
Menurut (Dk), fenomena ini mencerminkan pembusukan moral dalam birokrasi: “Kalau pemimpinnya sudah keenakan fasilitas, siapa yang masih punya keberanian memperjuangkan pemangkasan anggaran yang tak prioritas? Semua jadi akal-akalan demi kenyamanan elit.”
Ironisnya, pengadaan kendaraan mewah ini justru terjadi saat banyak instansi negara berlomba memangkas belanja demi efisiensi. Bahkan, kendaraan dinas lembaga penyelenggara pemilu pun ditarik sebagai bagian dari penghematan.
Namun di Gresik, DPRD seolah menutup mata dan telinga. Mereka gagal membaca suasana batin rakyat yang letih dan muak pada gaya hidup elitis di ruang-ruang kekuasaan.
Kini, publik mempertanyakan benarkah suara rakyat hanya bisa diwakili dari balik jok kulit SUV mewah?
Jika demikian, telah terjadi pembalikan nilai yang tragis. Di mana fungsi pelayanan dikalahkan oleh fasilitas pribadi. Dan pemimpin yang seharusnya menyatu dengan rakyat justru memilih melaju di jalur tol kenyamanan meninggalkan rakyat dalam kabut ketimpangan yang makin tebal.
(Redaksi)
View
0 Komentar