![]() |
[Foto : Umbul Dunga di Petirtaan sumber tetek, candi belahan wonosunyo] |
Acara ini bukan sekadar perayaan adat, tetapi menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk merefleksikan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Berlangsung di kawasan Petirtaan Belahan sebuah situs bersejarah dengan sumber mata air keramat tradisi ini membuktikan bahwa warisan leluhur masih hidup dan terus dijaga dengan penuh cinta dan hormat.
Sedekah Bumi merupakan bentuk syukur masyarakat atas limpahan hasil bumi yang telah diberikan. Lebih dari itu, kegiatan ini juga menjadi sarana spiritual untuk memohon perlindungan dan keberkahan bagi desa dan seluruh isinya.
Ruwatan yang digelar di Petirtaan Belahan menambah kekhusyukan acara. Mata air yang diyakini memiliki kekuatan spiritual itu dibersihkan dan didoakan agar senantiasa membawa manfaat dan keselamatan. Prosesi ini mencerminkan kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan antara alam dan kehidupan manusia.
Setiap RT di Desa Wonosunyo menyiapkan ancak persembahan dari hasil bumi yang dihias indah dan penuh makna. Salah satu ancak terpilih menjadi simbol penghormatan untuk tamu undangan, sedangkan ancak lainnya dibagikan kepada pengunjung, termasuk wisatawan yang hadir di area Sumber Tetek/Candi Belahan.
Semangat gotong royong tampak dalam setiap sudut acara. Mulai dari anak-anak hingga orang tua turut ambil bagian, memperlihatkan bahwa nilai kebersamaan dan saling membantu masih sangat kuat dalam kehidupan masyarakat desa.
Acara semakin semarak dengan hadirnya berbagai atraksi budaya, seperti parade ancak yang memukau, prosesi ruwat petirtaan yang sakral, hingga pertunjukan kesenian tradisional. Puncak acara ditutup dengan Seni Ujung, kesenian khas yang menggambarkan keberanian, ketangkasan, dan semangat menjaga kehormatan.
Tak hanya sebagai hiburan, rangkaian acara ini menjadi media edukasi budaya bagi generasi muda serta pengunjung dari luar daerah yang ingin mengenal lebih dalam tradisi Jawa Timur.
Sedekah Bumi di Petirtaan Belahan bukan hanya perayaan adat, tapi juga pernyataan sikap masyarakat terhadap pentingnya menjaga kearifan lokal dan kelestarian lingkungan. Melalui tradisi ini, masyarakat belajar hidup selaras dengan alam, merawat warisan leluhur, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap masa depan.
Turut hadir dalam kegiatan ini antara lain Ketua BPD, Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan Samsul Hidayat, Camat Gempol, serta sejumlah tokoh masyarakat dan budayawan. Kehadiran mereka menjadi bentuk apresiasi sekaligus dukungan terhadap upaya pelestarian budaya lokal.
Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat, memberikan apresiasi tinggi terhadap partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga dan menghidupkan warisan budaya.
“Tradisi seperti ini tidak hanya harus dilestarikan, tetapi juga perlu kita dorong untuk menjadi agenda budaya daerah yang masuk dalam kalender pariwisata Kabupaten Pasuruan. Ini bukan hanya soal adat, tapi menyangkut jati diri masyarakat dan kekayaan budaya kita,” tegasnya.
Ia menambahkan, DPRD siap memberikan dukungan konkret terhadap pelestarian situs budaya dan spiritual seperti Petirtaan Belahan.
“Kami di DPRD siap mendukung upaya pelestarian, baik melalui kebijakan anggaran maupun penguatan regulasi. Tradisi ruwatan dan sedekah bumi ini adalah bentuk konkret bagaimana masyarakat menjaga hubungan spiritual dengan alam dan Tuhan,” ujarnya.
Sedekah Bumi & Ruwat Agung Pertirtaan Belahan 2025 telah membuktikan bahwa tradisi bukanlah warisan masa lalu yang usang, melainkan jembatan menuju masa depan yang berakar kuat pada nilai, kebijaksanaan, dan keharmonisan.
(Hamim)
View
0 Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments